Kamis, 26 Januari 2012

KOMPOS DAN MANFAATNYA

2.1    Kompos dan Komposting
Kompos merupakan hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, baik anaerobik maupun aerobik.
Komposting merupakan proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik tersebut sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.

2.2    Bahan yang dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pertanian, sampah-sampah organik kota, pasar, limbah atau kotoran peternakan, limbah pabrik kertas, pabrik gula, pabrik kelapa sawit dan lain-lain. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain tulang, tanduk dan rambut.
Berikut ini bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan:
Asal    Bahan
Pertanian    Jerami, sekam padi, gulma, batang dan tongkol
jagung, batang pisang dan sabut kelapa.
Limbah atau residu ternak    Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak.
Biogas cairan tanaman air industri    Azola, ganggang biru, eceng gondok, gulma air.
-    Limbah padat    Serbuk gergaji kayu, kertas, ampas tebu,
limbah kelapa sawit, limbah pengalengan
makanan dan pemotongan hewan.
-    Limbah cair    Limbah pengolahan kertas, alkohol, monosodium glutamate (terdapat dalam bumbu masak), limbah pengolahan minyak kelapa sawit.
Limbah rumah tangga    Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah
kota.

2.3    Manfaat Kompos
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
a.    Aspek Ekonomi
•    Kompos merupakan salah satu upaya reduksi sampah, sehingga mereduksi biaya operasional pemusnahan sampah;
•    Dengan reduksi sampah, maka akan memperpanjang usia TPA dan mengurangi investasi lahan untuk TPA;
•    Kompos sangat dibutuhkan khususnya dalam bidang pertanian, karena produknya yang dapat dijual.

b.    Aspek Lingkungan
•    Pengomposan dapat mengembalikan bahan organik ke dalam siklus biologisnya;
•    Dengan reduksi sampah, maka tumpukan sampah berkurang, pembakaran sampah serta pembuangan sampah ke sungai juga akan berkurang. Sehingga lingkungan menjadi bersih, sehat dan mengurangi pencemaran.

c.    Aspek Sosial
•    Membuka lapangan kerja;
•    Menjadi objek pembelajaran masyarakat dan dunia pendidikan.

Sabtu, 21 Januari 2012

APAKAH OZON ITU?

Pada tahun 1974, Sherwood Rowland dan Mario Molina dari University of California dalam publikasinya di Majalah Nature menyatakan bahwa bahan kimia buatan manusia yang dikenal dengan chlorofluorocarbons (CFCs) dapat merusak lapisan ozon di stratosfir. Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang mendukung teori tersebut, kemudian disimpulkan bahwa lapisan ozon stratosfir yang melindungi permukaan bumi dari bahaya radiasi ultra violet yang berasal dari matahari, telah rusak akibat penggunaan bahan kimia perusak ozon yang digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis produk.
Pada tanggal 22 Maret 1985, negara-negara sepakat untuk melindungi lapisan ozon yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama penelitian dan penyebarluasan informasi tentang penipisan lapisan ozon. Kesepakatan itu dikenal dengan nama Konvensi Wina.
Sebagai tindak lanjut dari Konvensi Wina, disusunlah Protokol Montreal yang mengatur tentang pengendalian bahan-bahan yang dapat menipiskan/merusak lapisan ozon disahkan pada bulan September tahun 1987. Protokol Montreal menetapkan jenis bahan-bahan perusak ozon (BPO) serta pembatasan tingkat produksi dan konsumsinya. Lebih dari 80 negara telah menjadi Negara pihak pada Protokol Montreal.
Protokol Montreal secara terus menerus dimutakhirkan sesuai dengan kebutuhan melalui penetapan beberapa amandemen terhadap peraturan tersebut.
Pada bulan Juni 1990, Para Negara Pihak Protokol Montreal bertemu di London, Inggris guna membahas implikasi dari bukti-bukti ilmiah baru yang menunjukkan bahwa lapisan ozon mengalami kerusakan yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Pertemuan London menyepakati untuk menghapuskan konsumsi dan produksi CFC dan Halon di negara maju pada tahun 2000, dan mengawasi bahan-bahan kimia tertentu lainnya yang terbukti merusak lapisan ozon.
Amandemen London menetapkan pemberian bantuan keuangan dan teknis yang dibutuhkan negara-negara berkembang yang dikelola oleh Interim Multilateral Ozone Fund (IMOF). United Nations Environment Programme (UNEP) bertanggung jawab terhadap hal-hal yang bersifat  ilmiah dalam melaksanakan IMOF, kemudian menciptakan Ozone Action Programme yang berada di dalam UNEP’s Industry and Environment Programme Activity Centre (IE/PAC) untuk menyelenggarakan tukar menukar informasi dan pelatihan serta bertindak sebagai clearinghouse informasi.
Salah satu tugas yang paling penting dari UNEP untuk program ini adalah untuk menjamin agar setiap pihak dapat memahami dengan jelas isu-isu yang terkait dengan penggantian CFC dan bagaimana seluruh pihak dapat memperoleh informasi dan bantuan yang diperlukan.
Pada tahun 1992, diadakan pertemuan di Kopenhagen, Denmark untuk meninjau kembali perkembangan teknologi yang terkait dengan penipisan lapisan ozon. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk menambah metil bromida ke dalam bahan-bahan yang diawasi, selain itu juga mengendalikan penggunaan penggunaan HBFC (hydrobromofluorocarbons) dan HCFC (hydrochlorofluorocarbons).
Amandemen Montreal yang disepakati pada tahun 1997 memasukkan ketentuan penerapan sistem lisensi untuk mengontrol dan memonitor perdagangan BPO di setiap negara yang sudah meratifikasi Konvensi Wina dan Protokol Montreal.
Sedangkan Amandemen Beijing tahun 1999 memasukkan bromochloromethane ke dalam bahan-bahan yang diawasi.
Para penandatangan Protokol Montreal sepakat untuk menurunkan dan menghapuskan penggunaan CFC sekalipun teknologi penggantinya masih belum sepenuhnya dikembangkan. Kalangan industri sudah mulai menggantikan CFC dengan bahan-bahan alternatif yang tidak merusak  ozon. Kendala utama yang dihadapi dalam proses konversi adalah kurangnya informasi mutakhir dan akurat mengenai berbagai isu yang berkaitan dengan pengganti CFC dan teknologi bebas CFC.
UNEP menerbitkan beberapa pubikasi yang merupakan ringkasan terkini dari penggunaan bahan-bahan perusak ozon disektor industri, ketersediaan bahan-bahan pengganti BPO, serta implikasi teknis dan ekonomis perubahan teknologi produksi yang bebas BPO. Sebagai bahan acuan informasi yang lebih rinci, UNEP secara periodik mempublikasikan laporan Technical Options Committees.