Pendekatan
Pragmatik
Pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan
berbicara di SD membawa siswa untuk belajar berbahasa, belajar melalui bahasa,
dan belajar tentang bahasa. Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan
menggunakan bahasa. Oleh karena itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan
yang memberikan kesempatan yang banyak atau kaya bagi siswa untuk menggunakan
bahasa di dalam cara-cara yang fungsional.
Guru yang memberi siswa kesempatan mengembangkan
keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks akan
meningkatkan pembelajaran karena mereka (guru) memberi siswa pelatihan di dalam
keterampilan yang terintegrasi dengan literasi tingkat tinggi. Komunikasi
adalah inti pengajaran language arts, sementara itu tugas-tugas komunikasi yang
kompleks adalah inti kemahirwacanaan tingkat tinggi (high literacy) (CED,
2001).
Selanjutnya, guru yang memberi pengalaman kepada
siswa dengan pembelajaran terpadu melalui lingkungan mahir literasi (literate
environment) ternyata dapat meningkatkan pembelajaran karena mereka (siswa)
menggunakan proses-proses yang saling berkaitan antara membaca, menulis,
berbicara, dan mendengarkan untuk komunikasi alamiah senyatanya (authentic
commmunication) (Salinger, 2001).
Pendekatan pragmatik termasuk salah satu pendekatan
komunikatif yang mulai digunakan dalam pengajaran bahasa sejak munculnya
penolakan terhadap paham behaviorisme melalui metode Drill-nya. Pendekatan
komunikatif dalam pengajaran bahasa dirintis oleh Michael Halliday dan Dell
Hymes. Hymes menciptakan istilah communicative competence, yaitu kompetensi
berbahasa yang tidak hanya menuntut ketepatan gramatikal, tetapi juga ketepatan
dalam konteks sosial (Zahorik dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata
pelajaran Bahasa Indonesia 2004:4).
Penggunaan pendekatan paragmatik dalam pengajaran
Bahasa Indonesia juga dilandasi oleh semangat pembelajaran kontruktivistik yang
memiliki ciri-ciri:
1. perilaku dibangun atas kesadaran diri;
2. keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman;
3. hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri,
berdasarkan motivasi intrinsik;
4. seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah
yang terbaik dan bermanfaat bagi dirinya;
5. pembelajaran bahasa dilakukan dengan pendekatan
komunikatif, yaitu siswa diajak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam
konteks nyata;
6. siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis,
terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif,
ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif,
membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran;
7. pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh
manusia itu sendiri, dengan cara memberi makna pada pengalamannya. Oleh karena
ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri,
sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak
pernah stabil, selalu berkembang (tentative & incomplete);
8. siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok,
diskusi, saling mengoreksi;
9. hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan dari
berbagai sumber;
10. pembelajaran terjadi di berbagai konteks dan setting
(Zahorik dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia
2004:21-22).
Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran
Bahasa Indonesia juga didasari oleh prinsip bahwa guru mengajarkan bahasa
Indonesia sebagai sebuah keterampilan, antara lain pengintegrasian antara
bentuk dan makna, penekanan pada kemampuan berbahasa praktis, dan interaksi
yang produktif antara guru dengan siswa. Prinsip pertama menyarankan agar
pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam komunikasi
sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian
materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari,
misalnya, pengetahuan tata bahasa bahasa Indonesia yang sangat linguistis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar